MEULABOH | BARATNEWS.CO – Puluhan masyarakat mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Penyelamat Krueng Woyla (AMPKW), menuntut Tim Panitia Khusus (Pansus) Pertambangan DPRK Aceh Barat, menutup aktivitas penambangan emas berizin milik PT Megallanic Garuda Kencana (MGK). Tuntutan masyarakat itu disampaikan, berdasarkan penilaian kerusakan lingkungan selama aktivitas pertambangan dilakukan.
Sebelumnya, Tim Pansus telah merencanakan untuk turun kembali meninjau ke lokasi tambang PT MGK pada Sabtu (4/10/2025). Rencana itu disambut baik masyarakat, lantaran bisa menyampaikan aspirasinya langsung di lokasi operasi tambang perusahaan, meski sudah pernah menyampaikannya di Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 24 September 2025 di gedung DPRK Aceh Barat.
Amatan Baratnews.co di lokasi, saat orasi satu per satu warga dihadapan Tim Pansus, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Balai Wilayah Sungai (BWS) Aceh, sebagian orang dari mereka mulai dari anak-anak hingga dewasa menyerbu dengan lemparan batu ke arah kapal pengeruk emas milik PT MGK. Situasi ini, menimbulkan situasi memanas saat TIM Pansus dengan AMPKW bernegosiasi.
Koordinator AMPKW, Dwi Abdullah, mengatakan sejak PT MGK beraktivitas di bantaran sungai Woyla, hingga kini kian tampak kerusakan lingkungan terjadi. Antaranya, di Desa Gleng, Tanoh Mirah, Kecamatan Sungai Mas, dan Desa Pasi Janeng, Kecamatan Woyla Timur, tanah di tepi sungai mulai terkikis.
“Tuntutan kami sampaikan hari ini, sama dengan saat RDP beberapa waktu hari lalu berlangsung, cabut izin perusahaan. Jadi kami menagih janji dewan atas rekomendasi penghentian pertambangan yang ada di Krueng Woyla, jadi hentikan semua kegiatan,” kata Dwi di lokasi peninjauan Pansus, Desa Gleng, Kecamatan Sungai Mas.
Dwi menegaskan, jika tuntutan warga tidak diindahkan, dikawatirkan akan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan di lokasi.
“Kami AMPKW juga perlu menegaskan tidak pernah menginisiasi aksi demonstrasi atau mengajak masyarakat untuk melakukan anarkis, kami diajak dan diundang oleh dewan Pansus Pertambangan untuk hadir ke sini,” ujar Dwi.
Ketua Tim Pansus Pertambangan DPRK Aceh Barat, Ramli SE, menyampaikan meski rekomendasi telah dikeluarkan dari tuntutan penghentian aktivitas pertambangan PT MGK, pihak Pansus meminta kepada Ketua DPRK untuk menyurati kembali Bupati Aceh Barat dan meneruskannya ke Gubernur Aceh.
Menurut Ramli, keputusan pencabutan izin dan eksekusi penghentian aktivitas perusahaan tersebut kewenangannya ada di pemerintah provinsi, bukan kewenangan pemerintah kabupaten. Kata dia, seandainya kewenangan ada di pihak kabupaten, sudah dilakukan penghentian.
“Nanti dalam waktu dekat ketua akan menyurati kembali, bahwa ini yang ada kapal di Krueng Woyla dihentikan dulu. Kami juga akan memanggil lagi para pihak perusahaan, diindahkan atau tidak, karena kenapa rekomendasi teknis (rekomtek) belum keluar,” katanya. (*)
Discussion about this post