GAZA | BARATNEWS.CO – Seorang dokter bedah asal Inggris, Nizam Mamode, yang baru saja kembali dari Gaza, mengungkapkan cerita mengerikan tentang situasi kemanusiaan yang ia saksikan selama menjalankan tugas di Rumah Sakit Nasser di Gaza Selatan.
Dalam kesaksiannya yang penuh emosi kepada Komite Pembangunan Internasional di Parlemen Inggris, Mamode menggambarkan bagaimana anak-anak dan warga sipil menjadi sasaran serangan pesawat tak berawak Israel, yang beroperasi setiap hari di wilayah tersebut.
Mamode, yang sebelumnya telah bekerja di berbagai zona konflik termasuk genosida di Rwanda, menyebutkan bahwa kekerasan yang ia saksikan di Gaza jauh lebih mengerikan daripada yang pernah ia alami sebelumnya. Ia menjelaskan bahwa setiap hari setidaknya terjadi insiden dengan korban massal, di mana puluhan orang, termasuk perempuan dan anak-anak, terluka parah atau tewas akibat serangan udara.
“Pesawat tak berawak akan turun dan membunuh warga sipil, termasuk anak-anak,” kata Mamode dalam sesi sidang, yang difokuskan pada kondisi kemanusiaan di Gaza. Ia mengungkapkan pengalaman mengerikan dari sejumlah anak yang menjadi korban serangan. “Anak-anak ini mengatakan kepada saya, ‘Saya tergeletak di tanah setelah bom jatuh dan sebuah quadcopter melayang di atas saya lalu menembak saya’,” ungkapnya.
Selama sebulan bertugas di Gaza antara Agustus dan September, Mamode mengungkapkan betapa tragisnya situasi di rumah sakit tempat ia bekerja. Banyak pasien yang dirawat adalah korban serangan udara, dengan lebih dari 60% di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Selain itu, Mamode juga menyebutkan kondisi medis yang sangat buruk akibat kurangnya pasokan obat-obatan dan perlengkapan medis. “Saya melihat luka-luka yang dihinggapi belatung, dan dalam ruang operasi, lalat hinggap di luka-luka pasien,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Kekurangan pasokan medis, yang diperparah oleh blokade yang diberlakukan oleh Israel, membuat para dokter kesulitan memberikan perawatan yang layak. “Kami tidak memiliki sarung tangan steril, tirai bedah, atau bahkan barang-barang dasar seperti sabun dan sampo,” tambah Mamode. Ia juga menceritakan bagaimana serangan udara oleh drone Israel sering kali mengenai target yang tidak dapat dibedakan antara pejuang atau warga sipil.
Salah satu insiden yang ia ingat adalah ketika seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun tiba di rumah sakit dengan luka parah di perut dan organ vital lainnya setelah terkena ledakan dan serangan drone. “Dia selamat, tetapi apakah dia masih hidup saat ini, saya tidak tahu,” kata Mamode, yang menggambarkan bagaimana anak-anak menjadi korban utama dalam konflik ini.
Dalam kesaksiannya, Mamode juga menyoroti serangan terhadap fasilitas medis dan pekerja bantuan. Ia menggambarkan bagaimana pesawat Israel menyerang wisma tamu yang digunakan oleh pekerja medis internasional dan konvoi PBB, meskipun mereka jelas-jelas mengidentifikasi diri mereka dengan logo PBB. Mamode menyebutkan bahwa banyak pekerja bantuan yang ditahan atau dibunuh dalam serangan yang dilakukan oleh tentara Israel.
“Jika Anda seorang Palestina di Gaza, Anda adalah target,” kata Mamode dengan tegas. Ia mengungkapkan betapa sulitnya bertahan hidup di tengah kekerasan yang terjadi di Gaza, dan bagaimana bahkan para pekerja medis yang tidak terlibat dalam konflik pun menjadi sasaran.
Kesaksian Mamode ini menambah deretan bukti yang semakin memprihatinkan tentang pelanggaran hak asasi manusia dan kemungkinan pelanggaran hukum internasional yang terjadi di Gaza. Sarah Champion, anggota parlemen dari Partai Buruh yang memimpin sidang tersebut, menyatakan bahwa bukti yang disampaikan sangat mengerikan dan mendalam, menekankan bahwa Inggris harus menanggapi situasi ini dengan serius. Pemerintah Inggris kini diperkirakan akan menghadapi tekanan internasional untuk mengevaluasi kembali dukungan mereka terhadap Israel, sementara beberapa organisasi kemanusiaan mendesak dunia untuk bertindak guna menghentikan pelanggaran yang terjadi di Gaza.
Discussion about this post