MEULABOH | BARATNEWS.CO – Di tengah gencarnya program digitalisasi nasional, Desa Tanoh Mirah, Kecamatan Sungai Mas, Aceh Barat, justru terjebak dalam “zona mati” telekomunikasi jaringan internet. Kondisi ini dinilai berdampak buruk terhadap berbagai aktivitas masyarakat dan mahasiswa.
“Kami harus mengisi log harian setiap hari yang membutuhkan jaringan stabil, sedangkan di desa ini jangankan stabil, setitik sinyal pun tidak ada bahkan di blokir” ungkap salah satu mahasiswi KKN Desa Tanoh Mirah, Karina Cibro, Kamis (31/7/2025).
Ia mengatakan, kepala desa serta masyarakat setempat turut menyampaikan hal serupa. Di Desa Tanoh Mirah ini, ketergantungan jaringan internet sepertinya tak pernah sempurna. Hampir setiap aktivitas warga yang bergantungan pada internet, sepertinya menjadi kendala utama.
“Disini memang sulit sekali jaringan, Kalau ingin mencari jaringan harus pergi ke jembatan yang bersebelahan dengan Desa Sakuy,” ujar Karina meniru perkataan Kepala Desa Tanoh Mirah Junaidi, saat ia jumpai di kantor desa setempat.
Fenomena yang paling unik adalah – Desa Tanoh Mirah secara geografis terjepit antara Desa Sakuy dan Desa Gleng yang keduanya menikmati akses jaringan memadai. Kondisi “sandwich” ini menciptakan pertanyaan mendasar: mengapa desa di tengah justru menjadi “blind spot” telekomunikasi?
Menurut Karina, berdasarkan data dan informasi dari pemerintah desa serta warga setempat menunjukkan usulan pembangunan tower telah diajukan berulang kali. Namun, hingga detik ini, usulan tersebut tidak mendapat respons konkret dari pemerintah pusat.
Kondisi ini bukan lagi persoalan teknis semata, melainkan ujian komitmen pemerintah terhadap pemerataan pembangunan. Ketika program Indonesia Digital 2045 digaungkan, jutaan rupiah anggaran dialokasikan untuk transformasi digital, namun desa-desa terpencil seperti Tanoh Mirah masih berjuang untuk mendapat “setitik” sinyal.
Kehadiran mahasiswa KKN telah membuka mata dunia luar tentang realitas tersembunyi di Desa Tanoh Mirah. Kesulitan mereka dalam menjalankan tugas akademis menjadi cermin perjuangan sehari-hari warga desa.
“Inilah momentum emas untuk mengubah keluhan menjadi aksi, dari pengabaian menuju pemberdayaan,” kata Karina, menegaskan.
Desa Tanoh Mirah bukan sekadar titik di peta, melainkan komunitas dengan mimpi dan aspirasi yang sama dengan warga Indonesia lainnya. Kini saatnya pemerintah membuktikan bahwa tidak ada yang tertinggal dalam perjalanan menuju Indonesia Emas di era digital. (*)
Discussion about this post