SIGLI | BARATNEWS.CO – Ditreskrimsus Polda Aceh, menertibkan tambang emas ilegal di Kabupaten Pidie. Di lokasi, sebanyak lima mesin penggiling batu dan lima jerigen berukuran 35 liter ditemukan polisi sebagai barang bukti.
Dalam penertiban tambas emas ilegal yang berlangsung pada Rabu (25/12/2024) di Desa Pulo Lhoih, Kecamatan Geumpang, kabupaten setempat, bekerja sama dengan Satreskrim Polres Pidie, Brimob, dan TNI dari Kodim 0102 Pidie.
Dirreskrimsus Polda Aceh, Kombes Winardy, mengungkapkan lokasi pertambangan emas ilegal atau PETI ditertibkan ini berada di Km 14 dan Km 17 Alue Kumara, Kecamatan Geumpang, Pidie.
“Saat penertiban, lokasi penambangan ilegal sudah ditinggal pekerja tambang emas ilegal, dan di lokasi ditemukan barang bukti lima mesin penggilingan dan lima jerigen ukuran 35 liter. Barang bukti ini disita petugas,” ungkap Winardy, Kamis (26/12/2024).
Selain dua barang bukti tersebut, kata dia, petugas juga menemukan barang bukti lainnya, seperti tempat penyaringan emas (asbuk), terpal, gubuk, dan 3 camp penambang emas ilegal.
Namun, menurut Winardy, barang bukti asbuk, terpal, gubuk dan 3 camp itu langsung dimusnahkan di tempat setelah dibuatkan berita acara pemusnahan.
“Dalam penertiban tersebut, petugas gabungan juga melakukan pemasangan spanduk dan pamflet berisi imbauan untuk tidak melakukan aktifitas atau larangan PETI,” ujarnya.
Winardy menjelaskan, pihaknya melalui Polres Pidie bersama pemerintah setempat sudah berulang kali mengingatkan warga untuk menghentikan penambangan emas ilegal, karena dapat merusak lingkungan. Tetapi, kata Winardy, hal itu tidak pernah diindahkan.
“Aktivitas tersebut berpotensi merusak lingkungan, mencemari sungai, serta mengancam kelestarian ekosistem hingga ancaman terhadap kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya air karena adanya bahan-bahan berbahaya, seperti merkuri dan sianida. Dan kita tidak ingin lingkungan tercemar dan berdampak pada warga sekitar,” kata Winardy.
Polda Aceh berharap, keterlibatan Pemda Aceh bersama stakeholder terkait untuk berkolaborasi mencarikan solusi terhadap penambangan ilegal tersebut.
“Ada wacana untuk mengusulkan wilayah tersebut menjadi wilayah pertambangan rakyat (WPR) dan tentunya memerlukan dukungan semua pemangku kepentingan agar dapat terwujud. Dari sisi ekonomi masyarakat dapat terdukung, dari segi lingkungan juga bisa direhabilitasi sesuai wilayah kerja WPR-nya,” jelas Winardy.
Selain wacana WPR terwujud, akan banyak keuntungan didapat jika Pemda Aceh bersama stakeholder berkolaborasi untuk mengatasi masalah PETI hingga tuntas dari hulu ke hilir.
“Karena penegakan hukum tidak efektif, seperti mematikan satu, tetapi seribu lagi akan muncul dan tidak pernah selesai,” pungkasnya. (*)
Discussion about this post